Lembut sentuhan embun pagi ini berlahan menerobos kecelah pori-pori tubuhku. Dingin yang terasa, bahkan bisa diakatakan sangat dingin. Memang akhir-akhir ini cuaca di kota kelahiranku ini terasa dingin bagaikan kota-kota pegunungan. Padahal kota ini terkenal dengan panas yang menjadi kuasa alamnya. Mungkin karena pergantian musim. Peralihan musim dingin yang sebentar lagi akan meninggalkan sedangkan musim panaspun telah siaga dengan gagahnya hendak menyapa. Itulah aturan alam yang terus berputar dan mewarnai bumi termasuk kota ini. Walaupun warna warninya sudah mulai sulit untuk bisa dipahami, tapi toh tetap berwarna. Hmm....indahnya... Alhamdulillah....
Jam berbentuk daun yang duduk manis di atas Televisi menunjukan pukul 07.15. Ku sambar tas kerja yang nongkrong di sisi pembaringan lalu bergegas menuruni anak tangga. Di ruang tengah terlihat wanita tua dengan kaca matanya yang sedikit melorot sedang asyik membaca kitab suci Al-Qur'an dan sesekali melirik terjemahan Inayah di sampingnya. Ibu memang rajin mempelajari arti ayat-ayat Al-Qur'an. Setiap hari selepas sholat subuh ibu mengikuti pengajian tafsir di Masjid Al-Islam yang tempatnya + 800 meter dari rumah. Selepas pulang mengaji ibu sibuk sebentar menyiapkan sarapan untukku. Dan sambil menunggu saya turun, ibu selalu menyibukan diri dengan mengulang-ngulang pelajaran yang baru didapatkan tadi. Apalagi bila menjelang akan diadakan ulangan, pasti ibu lebih terlihat banyak membolak-balik Al-Qur'an dan berguman sedikit keras untuk menghafalkannya. Bahkan sering terjadi ibu pada malam hari sengaja bangun lebih awal dari kami untuk belajar menghafal dan memahami Ayat-ayat yang akan di soalkan besok paginya. Di usia kepala 6 inipun sosok ibu masih tekun dan rajin mempelajari kitab suci itu. Memang tiada kata terlambat untuk mempelajari 'kata kunci' dari kehidupan yang telah Allah berikan bagi hambaNya di dunia ini. Rasa kagum dan haru menerobos begitu saja dalam bilik kalbuku. Hmm..yang tua begitu rajin, dan giat belajar, menghafal dan memahami kalam-kalam Allah Swt. Sedangkan aku..? Rasa malu kini yang menyapaku tanpa tanggung-tanggung. Ibu...ibu...semoga saya bisa meniru dan mewarisi semangatmu.
“ Ibu....!” sapaku sambil berlalu menuju teras menghidupkan motor dan kembali lagi menghampirinya.
“Ayoo nak, sarapan. Di tunggu ibu dari tadi kok gak turun-turun” sahut ibu sambil menutup kitab suci.
“ hehehe...” balasku sambil beranjak menuju lemari makan.
“Wahhh ada nasi goreng. Kapan belinya bu?” tanyaku
“Kemarin malam mas yuda yang belikan. Ibu lapar banget jadi nyuruh mas yuda beli. Sudah ibu hangatkan kok nak. Ayoo di makan berdua. Kalau sama fitri kan pas. Kalau di makan bertiga sama Hera ya gak cukup. Tapi Hera kan tidak pernah mau sarapan.” ibu menjelaskan.
Kami pun makan sepiring berdua. Sambil sesekali ngobrol kesana kemari.
Selesai sarapan aku pamitan berangkat kerja. Ku gapit tangan tua itu lalu kucium. Ini saat-saat yang kusuka. Saat mengukir kalbu dengan panjatan doa untuk mengiringi setiap langkah kakiku begitu keluar dari pagar rumah.
“Saya berangkat kerja ya Bu...”
“Iya nak, ibu doakan semoga Allah selalu menjagamu, menjaga hatimu, menjaga lisanmu, menjaga matamu, menjaga emosimu.mengabulkan apa yang kamu cita-citakan” berderet harapan-harapan mengalir dari bibir tua itu dengan tulus. Dan hal itu setiap hari selalu mengalir dan mengalir untuk memenuhi sungai-sungai dalam hatiku hingga bermuara di lautan tanpa batas.
“ Amien...amien.....”sahutku turut serta menggantungkan harapan padaNya
“Terimakasih ya bu...Ibu dirumah hati-hati. Jangan sibuk dengan tananaman aja, nanti jadi lupa sholat dhuhanya. Fitri doakan juga, semoga keinginan ibu naik haji segera dikabulkan Allah” balasku.
“Amien....” ibu menyambut dengan haru. Kutangkap bias matanya yang berkaca-kaca. Ibu memang sangat ingin berangkat haji. Karena itu ibu mulai ikut membuka tabungan haji di BRI dengan harapan bisa menyisihkan rejeki yang di dapatnya dari pensiun tiap bulannya.
“ Assalamu'alaikum...” kusampaikan salam padanya
“ Wa'alaikumsalam....hati-hati nak....” ibu menjawab diiringi senuyumnya sembari menutup pagar rumah.
Akhhh....indahnya hidup yang telah Engkau berikan ini ya Allah...dengan sosok Ibu yang penuh kasih tiba-tiba telah Engkau hadirkan dalam kehidupanku. Masih teringat saat pertama-tama kami bertemu. Di masjid Al-Islam pagi itu, waktu pertama kali kuikuti pegajian tafsir. Allah telah menentukan takdirNya padaku untuk duduk berdampingan dengan beliau. Selepas pengajian kami melanjutkan percakapan untuk saling kenal. Hingga ibu menawarkan untuk tinggal di rumahnya. Karena ibu tinggal sendirian setelah Ayah meninggal setahun yang lalu. Sedangkan anak-anak beliau sudah berumahtangga dan tinggal di luar kota. Sementara yang bungsu tinggal di Surabaya, itupun sudah memiliki rumah sendiri. Begitu melihat lokasi rumah yang dekat dengan masjid, aku langsung senang dan menyetujuinya.
Sejak itu hari-hariku terasa lebih indah. Sebaris senyum yang selalu menyapaku dari bibirnya pun turut menyejukan hari-hariku. Kami selalu sholat ke masjid bersama, selepas mahgrip mengajar ngaji anak-anak sebentar lalu kami makan bersama sambil bercerita banyak hal. Dan bila malam telah menyelimuti kami, ibu yang paling sering terjaga lebih awal. Dengan sabar beliau menitih anak tangga menuju kamarku untuk membangunkan guna sholat malam. Masih teringat beberapa hari yang lalu kala ibu membangunkanku, kulihat pukul 02.00 malam sedangkan rasa kantuk masih merangkul erat mataku hingga akupun tertidur kembali. Dan pukul 03.00 ibu dengan sabar dan senyumnya yang mengembang membangunkanku lagi. Alhamdulillah.... sesungguhnya hanya Engkau yang menggerakkan dan memapahnya ya Allah.
Terimakasih...terimakasih ya Allah. Dan terimakasih juga untukmu ibu. Sebaris harap kucoba gantungkan padaNya, semoga Allah mengasihi dan mencintai ibu melebihi kasih dan cinta yang telah ibu berikan padaku. Amien...amien.....amien...
“Ibu...fitri sayang ibu... semoga kita bisa berangkat haji bersama-sama....”
;o)).
*********
(sumber: cerpen harian )
Jumat, 24 Agustus 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar