Selasa, 13 November 2007

Jika Allah Berkehendak

Riuh suasana kantor bermula dari obrolan teman-teman yang lagi asyik membicarakan Adi. Adi baru saja tertimpa musibah. Malang nian dia. Adi telah jadi korban para penipu melalui sms yang berkedok mendapatkan bonus duapuluh lima juta rupiah. Padahal penipuan dengan modus seperti itu sudah marak dibicarakan hingga diberbagai media massa. Namun kepalang tanggung, toh kenyataannya Adi terbukti menjadi salah satu korban yang masih terus bergulir.

“Gimana sih...kok bisa kena? Ya Allah...kasihan si Adi.” sesal Ida dengan nada gerah.
“Waahhh.....mau gimana lagi. Wong Adi itu lho, sudah kami peringatkan. Sejak awal dia datang tadi pagi. Dia terus di telepone sama penipunya. Heran kok. Bisa-bisanya dia itu mudah percaya.” Rita menimpali. Seakan aktifitas kantor diijinkan untuk berhenti sejenak demi turut berberduka dengan musibah yang menimpa Adi.
Kegalauan mengitari kami yang saling menatap satu sama lain dengan bahasa rasa sesal, dongkol, putus asa juga marah berbaur teraduk-aduk.

Adi masuk ruangan dengan muka tertunduk lesuh. Pucat pasi masih nangkring di wajahnya yang berkulit putih. Mendung tebal menggelayut begitu manja seakan menawarkan diri untuk tetap setia menemani.
“Bagaimana Di?” Yulia bertanya dengan hati-hati.
Adi duduk menghadap meja kerjanya dan tetap menunduk. Seakan ingin merasakan sendiri kemelut yang ada di hatinya. Bulir bening mengambang dari sudut matanya dan cepat-cepat dia menghapus sebelum semua rekan kerja memergokinya.

“Ya...mau bilang apa Yul, tabunganku habis dalam hitungan detik dan itu terjadi di depan mataku sendiri. Ya Allah...saya bingung mau bilang bagaimana sama istriku.” dengan suara pelan dan nafas yang lemah Adi mencoba untuk tetap tegar.
“Ada berapa juta duit tabunganmu?” Rita turut bertanya
“Ada sekitar tiga juta. Untung saya memberikan nomor rekening yang itu. Coba kalau saya memberi rekening yang satunya. Wah...bisa mati saya. Sudah duitnya lebih banyak, itu juga duit berdua dengan istri saya. Untuk yang ini saya tidak berani ngomong sama istri saya. Biar jadi tanggungan saya sendiri.” Adi menjelaskan dengan memutar-mutar pena yang ada di tangannya. Seakan-akan dia meminta pena itu untuk turut merasakan kepedihan hatinya.
“Di...saya itu heran. Bukankah kamu sudah diperingatkan sama Eko, Catur, Rita, Ari,dan banyak orang lagi yang sudah mencoba mengingatkanmu. Kamu kok enggak mau denger itu lho..saya itu heran. Sebenarnya apa yang kamu rasakan sih?” Yulia mencoba untuk menyelidik.

Kucoba mengikuti terus apa yang mereka sampaikan dengan berbagai alur cerita yang kadang sepenggal, namun akhirnya bisa saling melengkapi dan menjadikan cerita yang utuh. Adi menarik nafas panjang memandang kami dengan kekalutan mata yang sayu. Masih jelas terlihat bayangan awan kelabu bersamanya.

“Entahlah...Yul. Seakan-akan telingaku ini terkunci hingga tidak sanggup saya mendengarkan nasehat kalian. Sudahlah...Saya mencoba untuk ikhlas menerima ini semua.” Adi mencoba memupuk kekuatan.
“Kamu tadi pas di dalam ATM juga kan diperingatkan sama Anton sih..?!! Tapi kamu sempat marah-marah. Makanya lain kali hati-hati. Wong penipuan semacam itu lho sudah menjamur kok kamu bisa-bisanya gak ngerti.” Rita menghujani dengan sedikit menyalahkan dari rasa jengkel yang nasehatnya tidak diindahkan oleh Adi.

“Sudah Rit, kamu jangan marahin Adi terus. Kasihan dia. Sudah kena musibah kok malah kamu marahin. Emang kalau kamu marahin gitu duitnya bisa balik apa?” Eko mencoba membelah sahabatnya. Eko bangkit dan menepuk pundak Adi memberi kekuatan moril.
“Yang sabar ya Di...” Eko mencoba menyalurkan ketenangan bathin miliknya. Adik menerimanya dengan menggangguk lemah.

Hening menyelimuti kami dengan alam pikiran masing-masing. Kucoba menggabungkan semua penggalan cerita dan membaca makna dari lukisan yang telah Allah goreskan pada hambaNya yang lemah dan tak berdaya ini. Hmmm....pelajaran apa yang ingin Allah berikan pada kami semua. Itu yang kucoba untuk mencarinya. Masih kutatap wajah pucat milik Adi dengan kelesuhan hidup yang harus dia jalani. Dicobanya untuk menyongsong langkah kaki pada babak berikutnya, tapi masih terasa berat beban dipundak yang merangkulnya.

“Dii...yang sabar ya...jadikan semua pelajaran bagimu.” keluar juga akhinya kata-kataku untuknya. Kucoba dengan sepenuh hati membantu membelai jiwanya yang lara.
“Iya Fit..terimakasih. Semua akan saya jadikan pelajaran.” sahut Adi menatapku mencari teman untuk membagi dukanya. Dan kucoba menerima tawarannya dengan tersenyum dalam ketulusan.

“Pelajaran yang bagaimana Di..?” kucoba menggalih apa yang telah terajut dalam benaknya dari apa yang telah Allah berikan.
“Yaa... saya harus lebih hati-hati .. saya tidak akan mudah percaya dengan hal seperti itu lagi. Dan untuk saat ini saya coba untuk mengikhlaskannya.” jawab Adi yang memaksakan hatinya untuk tesenyum walau kurasakan getir.
“Bagus Di... harus begitu. Tapi ada satu pelajaran yang terlupakan olehmu .” dengan tersenyum kusampaikan mengundang pertanyaan Adi dalam kebingungan.

“Pelajaran yang bagaimana maksudmu Fit?” Adi balik bertanya.
“Kamu ingat lagi. Betapa kita semua teman-temanmu berupaya untuk menyelelamatkanmu dari musibah itu. Tapi toh, tidak ada yang bisa.” kutarik nafas mengatur ketenangan dalam batinku dengan harapan bisa berbicara seiring dengan kata hatiku. Kuingin hati yang memimpin ucapanku. Akhirnya dengan tersenyum kuteruskan.
“Di...jadikan pelajaran, bahwa jika Allah sudah menghendaki kamu terkena musibah, disana berapapun manusia yang berserikat ingin menolongmu tidak akan ada yang sanggup mengeluarkanmu dari musibah itu. Tidak akan!! Allah yang menentukan dan Allah pula yang akan menyelesaikan. Jadi kamu sabar ya... Mohon kekuatan padaNya untuk sanggup bersabar. Kehidupan ini terus berjalan. Dan tidak semuanya sesuai dengan keinginan kita. Ada kalanya kita diberikan nikmat, adakalanya kita mendapatkan musibah, dan disana Allah mau kita untuk bersabar serta mensyukuri apapun pemberianNya. Karena semua itu ujian buat kita. Semoga Allah memberi kekuatan padamu untuk menghadapi ini semua. Dan satu lagi Di, kita jangan berhenti memperbaiki diri. Karena dengan begitu InsyaAllah semua akan baik-baik saja. ” paparku mengutip ceramah ustad yang tadi pagi kudengarkan.

“Iya Fit.. InsyaAllah. Saya akan mencobanya. Terimakasih ya..” sahut Adi sembari tersenyum.
Sambil lalu yang lainnya memperhatikan dan menyimak percakapan kami. Sejurus kemudian kami sudah tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Seakan-akan cerita Adi sudah tidak menarik perhatian kami lagi. Sedangkan waktu terus berjalan dengan cerita-cerita yang selalu tertulis dan terlukis dalam garis kehidupan tiap-tiap anak manusia. Kadang sedih kadang bahagia. Dan semua tetap kan indah jika dirasakan bersamaNya. Ya... bersamaNya...

Ya Allah...Semoga Engkau beri kekuatan Adi menghadapi ujianMu ini
Dan semoga ujian ini bisa menghantarkan dirinya untuk bisa lebih dekat denganMu
Dekaatt...hingga benar-benar dalam pelukanMu...
Amien...

*****

Tidak ada komentar: